Konsep Menuntut Ilmu
Di antara ibadah yang agung dan utama adalah menuntut ilmu. Sesungguhnya
menuntut ilmu merupakan di antara amalan pendekatan diri kepada Allah yang
paling utama. Seorang hamba dapat mendekatkan diri dengan amalan tersebut
kepada Rabbnya, dan termasuk ketaatan yang paling baik yang akan mengangkat
kedudukan seorang muslim dan meninggikan derajatnya di sisi Allah Ta'ala.
Konsep menuntut ilmu yang akan dijelaskan dalam bab ini merangkumi hukum,
adab-adab, ganjaran, anjuran keluar atau usaha dalam menuntut ilmu, ilmu yang
bermanfaat dan kepentingan menuntut ilmu.
2.3.1 hhHukum Menuntut Ilmu
Setelah kita memahami
makna ilmu dan berbagai macam pembagiannya, perlu pula kita mengetahui hukum
menuntutnya. Mempelajari hukum sesuatu sangat penting, kerana berakibat baik
atau buruk bagi setiap mukallaf yang melakukan perbuatan atau
meninggalkannya.
Hukum menuntut ilmu dapat disimpulkan seperti berikut:
2.3.1.1 Menuntut
ilmu Syari’at Islam
1)
Menuntut ilmu syar’i yang berkenaan dengan
kewajipan menjalankan ibadah bagi setiap mukallaf seperti tauhid
dan yang berhubungan dengan ibadah sehari-hari contohnya wudhu’, salat, dan
lainnya, maka hukumnya fardhu ‘ain, kerana syarat ibadah diterima harus ikhlas
dan sesuai dengan Sunnah, tentunya cara memperolehinya disesuaikan dengan
kemampuan.
Menuntut ilmu syar’i ini, tidak semuanya harus dipelajari segera
dalam masa yang sama, kerana ada amal ibadah yang diwajibkan untuk orang yang
mampu saja, seperti mengeluarkan zakat, haji, dan lainnya.
2)
Menuntut ilmu syar’i yang hukumnya fardhu
kifayah; maksudnya tidak setiap orang Muslim harus menguasainya, tetapi
diwajibkan bagi ahlinya seperti membahas ilmu usul dan furu’nya
dan juga yang berkenaan dengan ijtihadiyyah.
2.3.1.2 Menuntut Ilmu Duniawi
1)
Hukumnya tidaklah wajib ‘ain untuk setiap kaum
muslimin, kerana tidak ada dalil yang mewajibkannya, dan kerana istilah ilmu di
dalam nas Al-Qur’an dan Sunnah apabila mutlak maka yang dimaksudkan adalah ilmu
syari’at Islam, bukan ilmu duniawi.
2)
Kadang kala hukumnya jatuh kepada wajib
kifayah pada masa tertentu, seperti ketika memasuki medan pertempuran dan lainnya.
3) Jika ilmu itu menuju kepada kejahatan maka
haram menuntutnya.
Ibnu Utsaimin
rahimahullah berkata: “Adapun ilmu selain syar’i boleh jadi sebagai wasilah
menuju kepada kebaikan atau jalan menuju kepada kejahatan, maka hukumnya sesuai
dengan jalan yang menuju kepadanya”.
2.3.2 Kepentingan Menuntut Ilmu
Islam juga amat menggalakkan
umatnya menuntut pengetahuan walau dengan apa jua cara dan keadaan sekalipun.
Tiada satu agama atau ajaran di dunia ini sejak dahulu hingga sekarang yang
dapat menandingi Islam dari segi pengutamaan ilmu pengetahuan. Hal ini dapat
dibuktikan apabila wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasullah s.a.w yang
menitikberatkan ilmu pengetahuan. Firman Allah s.w.t:
Terjemahannya:
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
telah menciptakan (sekelian makhluk). Ia telah menciptakan manusia daripada
segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu amat pemurah. Yang mengajarkan (menulis)
dengan pena. Yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tiada
diketahuinya".
Surah Al-‘Alaq (96): 1-5
Kesimpulan yang dapat dirumuskan
daripada ayat ini ialah Allah s.w.t memerintah manusia membaca yang membawa proses
pengenalan, pengamatan, pengingatan dan pemikiran (ransangan akal). Allah s.w.t
juga memerintah manusia supaya berfikir tentang kejadian alam yang mana segala
tanda-tanda yang ada pada kejadian alam adalah sumber ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan dikaitkan dengan
Islam kerana Islam adalah agama yang mementingkan ilmu pengetahuan malah Islam
mewajibkan supaya umatnya menuntut ilmu. Antara dalil-dalil yang menekankan
kewajipan menuntut ilmu:
a) Kewajipan Bagi Setiap Muslim agar
Menuntut Ilmu.
Sabda Rasulullah s.a.w:
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Maksudnya,
“Menuntut
ilmu menjadi kewajipan ke atas setiap umat Islam".
b) Iri Hati Terhadap Penuntut Ilmu
Rasulullah s.a.w tidak pernah
memotivasi seseorang untuk iri terhadap orang lain yang memperoleh nikmat Allah
kecuali dalam beberapa perkara diantaranya; seseorang yang menuntut ilmu dan
mengamalkannya. Rasulullah s.a.w bersabda:
لاَ
حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى
هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا
وَيُعَلِّمُهَا.
Maksudnya:
"Tidak
ada hasad (iri) kecuali dalam dua perkara: seseorang yang Allah limpahkan harta
kepadanya lalu orang tersebut menghabiskan seluruh hartanya dalam kebenaran dan
seseorang yang Allah berikan hikmah kemudian dia mengamalkan dan
mengajarkannya."
1.3.3
Adab-Adab
Menuntut Ilmu
Terdapat pelbagai adab-adab seorang penuntut ilmu terhadap gurunya,
diantaranya:
2.3.3.1 Mengikhlaskan Niat untuk Allah s.w.t.
Sepertimana amalan-amalan yang lain, langkah yang pertama adalah
keikhlasan diri. Langkah ini merupakan faktor yang amat penting sehinggakan Rasulullah
telah memberi amaran, yang membawa maksud, “Sesiapa yang mempelajari satu ilmu
yang sepatutnya dilakukan kerana mencari Wajah Allah, namun dia tidak
mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan keuntungan duniawi, maka dia tidak
akan mencium bau syurga pada Hari Kiamat.”
2.3.3.2 Bertujuan untuk Mengangkat Kebodohan Diri
Sendiri dan Orang Lain
Dia berniat dalam
menuntut ilmu demi mengangkat kebodohan dari dirinya sendiri dan dari orang
lain. Sebab pada asalnya manusia itu bodoh, dalilnya adalah firman Allah
ta’ala:
Terjemahannya:
“Allah telah mengeluarkan kalian dari
perut-perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apa pun, dan
kemudian Allah ciptakan bagi kalian pendengaran, penglihatan dan hati supaya
kalian bersyukur.”
An- Nahl (16):78.
2.3.3.3 Bermaksud Membela
Syariat
Kitab-kitab yang ada
tidak mungkin dapat membela syariat dengan sendirinya. Tidak ada yang mampu membela
syariat kecuali si pembawa syariat. Seandainya jika didatangi dengan ahli bid’ah,
kita dapat membantahnya dan menolak perkataannya dengan dalil al-Qur’an dan
as-Sunnah. Oleh sebab itu diperlukan para ulama untuk membela agama.
2.3.3.4 Berlapang Dada Dalam
Masalah Khilaf
Hendaklah berlapang dada
ketika menghadapi masalah-masalah khilaf yang bersumber dari hasil ijtihad.
Sebab perselisihan yang ada di antara para ulama itu terjadi dalam perkara yang
tidak boleh untuk berijtihad.
Menjadi satu kewajiban
para penuntut ilmu untuk tetap memelihara persaudaraan meskipun mereka berselisih
dalam sebagian permasalahan furu’iyyah (cabang), hendaklah yang satu
mengajak saudaranya untuk berbincang dengan baik dengan didasari kehendak untuk
mencari keredhaan Allah dan demi memperoleh ilmu, dengan cara inilah akan
tercapai hubungan baik dan sikap keras dan kasar yang ada pada sebahagian orang
akan lenyap, bahkan ia akan jadi pertengkaran dan permusuhan di antara mereka.
Allah s.w.t. melarang di dalam firmanNya:
Terjemahannya:
“Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan
janganlah kalian berselisih yang akan menceraiberaikan dan membuat kekuatan
kalian. Dan bersabarlah sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.”
al-Anfaal
(8): 46.
2.3.3.5 Beramal Dengan Ilmu
Menjadi kemestian bagi penuntut
ilmu mengamalkan ilmu yang dimilikinya, baik dari segi akidah, ibadah, akhlaq,
adab, mahupun muamalah. Sebab amal ini adalah buah ilmu, seorang yang menyimpan
ilmu dan tidak mengamalkannya adalah ibarat orang yang membawa senjatanya,
senjatanya itu dipakai untuk membela dirinya atau justeru untuk
membinasakannya.
2.3.3.6 Berdakwah di Jalan
Allah
Menyeru kepada agama
Allah s.w.t., berdakwah pada setiap kesempatan sama ada di masjid, di
pertemuan-pertemuan, di pasar-pasar, serta dalam segala kesempatan. Tidak harus
seorang penuntut ilmu hanya menjadi penyalin tulisan yang ada di buku-buku,
namun yang diinginkan adalah mereka menjadi orang-orang yang berilmu dan
sekaligus mengamalkannya.
2.3.3.7 Bersikap Bijaksana
(Hikmah)
Menghiasi diri dengan
kebijaksanaan, di mana Allah berfirman,
Terjemahannya:
“Hikmah itu
diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang diberi
hikmah sungguh telah diberi kebaikan yang sangat banyak.”
Al-Baqarah (1): 269.
Dimaksudkan dengan hikmah
ialah seorang penuntut ilmu menjadi pembimbing orang lain dengan akhlaknya dan
dengan dakwahnya mengajak orang mengikuti ajaran agama Allah s.w.t, dan berbicara
dengan setiap orang sesuai dengan keadaannya. Apabila kita tempuh cara ini nescaya
akan tercapai kebaikan yang banyak.
2.3.3.8 Penuntut Ilmu Harus
Bersabar Dalam Menuntut Ilmu
Sabar, istiqamah serta
tidak terputus di tengah jalan dan merasa bosan adalah penting dalam menuntut
ilmu. Justeru itu, hendaklah terus konsisten belajar sesuai kemampuan dan
bersabar dalam meraih ilmu, tidak cepat jemu kerana apabila seseorang telah
merasa jemu maka dia akan putus asa dan meninggalkan belajar. Akan tetapi
apabila dia sanggup menahan diri untuk tetap belajar ilmu nescaya dia akan
meraih pahala orang-orang yang sabar; ini dari satu sisi, dan dari sisi lain
dia juga akan mendapatkan hasil yang baik.
2.3.3.9 Menghormati Ulama dan
Meletakkan Mereka Sesuai Kedudukannya
Sudah menjadi kewajipan
bagi para penuntut ilmu untuk menghormati para ulama dan meletakkan mereka
sesuai pada kedudukannya, dan melapangkan dada-dada dalam menghadapi
perselisihan yang ada di antara para ulama dan selain mereka, dan seharusnya
hal itu dihadapinya dengan penuh toleransi di dalam keyakinan mereka bagi orang
yang telah berusaha menempuh jalan (kebenaran) tapi keliru. Ini penting kerana
ada sebagian orang yang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain dalam rangka
melontarkan tuduhan yang tidak sesuai kepada mereka, dan demi menebarkan
keraguan di hati orang-orang.
2.3.3.10 Berpegang Teguh
Dengan Al-Quran dan As- Sunnah
Wajib bagi penuntut ilmu berpegang
teguh dan mempelajari dari pokok-pokoknya, iaitu Al-Quran Al-Karim sebagai
landasan seluruh ilmu dan Al-Sunnah sebagai sumber kedua bagi menjelaskan isi
kandung al-Quran.
2.3.3 Galakkan Keluar Menuntut Ilmu
Galakkan berusaha mencari ilmu sudah tertera lama di dalam Al-Quran,
Malah Al-Quran telah mewajibkan orang yang tidak mengetahui agar mempelajari
ilmu. Firman Allah s.w.t:
Terjemahannya:
“Maka
hendaklah kamu bertanya dengan mereka yang pakar, kiranya kamu tidak
mengetahui”.
Al-Nahl (16):43
Selanjutnya, Rasullullah s.a.w. pula menambahkan motivasi mencari ilmu
dengan sabdanya yang bermaksud, “Sesiapa yang keluar untuk mencari ilmu, maka
ia berjuang fi sabilillah sehinggalah ia kembali”.
Di samping berusaha dengan tekun
menuntut ilmu, Al-Quran menyarankan agar manusia berdoa dengan firmanNya:
Terjemahannya:
“Dan berdoalah dengan berkata, wahai
Tuhanku, tambahlah ilmuku”. Taha (20):114.
1.3.4
Ganjaran
Menuntut Ilmu
Allah s.w.t. menawarkan pelbagai ganjaran pada hambaNya menuntut
ilmu kerana mengharapkan keredhaan Allah s.w.t, terdapat pelbaagi hadis baginda
Rasulullah s.a.w tentang ganjarannya, diantaranya, Baginda bersabda:
مَا
مِنْ خَارِجٍ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ إِلَّا وَضَعَتْ لَهُ
الْمَلَائِكَةُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا بِمَا يَصْنَعُ
Terjemahannya:
“Tidak seorang pun yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu,
kecuali para malaikat membentangkan sayap untuknya kerana redha atas apa yang
di lakukan”
Ilmu pengetahuan juga dikaitkan
dengan ibadah kerana menuntut ilmu merupakan ibadah yang diberi ganjaran oleh
Allah s.w.t. Banyak dalil dari hadis yang menceritakan tentang kelebihan
menuntut ilmu antaranya:
a) Sabda
Rasulullah s.a.w yang bermaksud:
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَطْلُبُ فِيْهِ عِلْمًا سَلَكَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا
إِلَى اْلجَنَّةِ
Maksudnya:
“Barangsiapa yang memudahkan satu
jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah mudahkannya satu jalan menuju ke
Syurga".
b) Sabda Rasulullah
s.a.w.:
اَلعِلْمُ خَزَائِِنُ مَفَاتِيْحُهَا السُّؤَالُ أَلاَ
فَاسْأَلُوْا فَإِنَّهُ يُؤْجَرُ فِيْهِ أَرْبَعَةٌ السَّاِئلُ وَالعَالِمُ وَاْلمُسْتَمِعُ
وَاْلمُحِبُّ لَهُمْ
Maksudnya:
"Ilmu itu ibarat gudang dan
anak kuncinya adalah pertanyaan, dari itu bertanyalah! Sesungguhnya setiap kali
ada yang bertanya, ada empat golongan yang diberi pahala iaitu: yang bertanya,
yang ditanya, yang mendengar dan yang menyintai mereka."
c) Sabda Rasulullah
s.a.w.:
ِلأَنْ تَغْدُوْ فَتَتَعَلَّمَ بَابًا مِنَ العِلْمِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ
تُصَلِّيَ مِائَةَ رَكْعَةٍ
Maksudnya:
"Sekiranya anda keluar ada
waktu pagi untuk mempelajari satu bab dari ilmu adalah lebih baik daripada anda
solat 100 rakaat".
1.3.5
Menuntut
Ilmu Yang Bermanfaat
Di dalam Al-Qur-an terkadang Allah s.w.t. menyebutkan ilmu pada
kedudukan yang terpuji, iaitu ilmu yang bermanfaat dan terkadang pula Dia
menyebutkan ilmu pada kedudukan yang tercela, iaitu ilmu yang tidak bermanfaat.
Firman Allah s.w.t. tentang ilmu yang bermanfaat
sebagaimana dalam kisah Adam dan pelajaran yang diperolehi dari Allah tentang
nama-nama segala sesuatu, dan memberitahukannya kepada para Malaikat. Para
Malaikat pun berkata di dalam Al-Qur’an, firman Allah s.w.t:
Terjemahannya:
“Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui
selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkau-lah Yang
Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”
Al-Baqarah
(1): 32
Dan firman Allah Ta’ala mengenai kisah Nabi Musa dengan
Nabi Khidhir. Nabi Musa berkata kepadanya. Dalam firman Allah s.w.t.:
Terjemahannya:
“Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
kepadamu?” Al-Kahfi
(18): 66
Pada satu sudut yang lain, Allah s.w.t. mengambarkan
keadaan suatu kaum yang diberikan ilmu, namun ilmu yang ada pada mereka tidak
bermanfaat. Pada hakikatnya ilmu tersebut bermanfaat, namun pemiliknya tidak
mengambil manfaat dari ilmunya itu. Allah s.w.t berfirman:
Terjemahannya:
“Perumpamaan orang-orang yang diberi tugas
membawa Taurat, kemudian mereka tidak membawanya (tidak mengamalkannya) adalah
seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Sangatlah buruk
perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”
Al-Jumu’ah(62): 5
Adapun ilmu yang Allah Ta’ala sebutkan pada
kedudukan tercela, yaitu ilmu sihir seperti firman-Nya,
Terjemahannya:
"Mereka mempelajari
sesuatu yang mencelakakan dan tidak memberi manfaat. Dan sungguh mereka sudah
tahu barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, nescaya tidak mendapat keuntungan
di akhirat. Sungguh sangat buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan
sihir, sekiranya mereka mengetahui.”
Al-Baqarah
(1): 102
Oleh itu, As-Sunnah membahagi ilmu menjadi dua
iaitu ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang tidak bermanfaat, juga menganjurkan
untuk berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat dan memohon kepada Allah
Ta’ala ilmu yang bermanfaat.
Syeikhul Islam, Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H)
rahimahullah mengatakan, “Ilmu adalah apa yang dibangun di atas dalil, dan ilmu
yang bermanfaat adalah ilmu yang dibawa oleh Rasulullah s.a.w. Terkadang ada
ilmu yang tidak berasal dari Rasulullah s.a.w, tetapi dalam urusan duniawi,
seperti ilmu kedoktoran, ilmu kira, ilmu pertanian, dan ilmu perdagangan.”
Imam Ibnu Rajab (wafat tahun 795 H)
rahimahullah mengatakan, “Ilmu yang bermanfaat terbahagi kepada dua hal:
Pertama, mengenal
Allah s.w.t dan segala apa yang menjadi hak-Nya berupa nama-nama yang indah,
sifat-sifat yang mulia, dan perbuatan-perbuatan yang agung. Hal ini
mengharuskan adanya pengagungan, rasa takut, cinta, harap, dan tawakkal kepada
Allah serta redha terhadap takdir dan sabar atas segala musibah yang Allah
s.w.t. berikan.
Kedua, mengetahui segala apa yang diredhai dan
dicintai s.w.t. dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkai-Nya berupa
keyakinan, perbuatan yang lahir dan batin serta ucapan. Hal ini mengharuskan
orang yang mengetahuinya untuk bersegera melakukan segala apa yang dicintai dan
diredhai Allah s.w.t dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkai-Nya. Apabila
ilmu itu menghasilkan hal ini bagi pemiliknya, maka inilah ilmu yang
bermanfaat. Bilamana ilmu itu bermanfaat dan menancap di dalam
hati, maka sungguh, hati itu akan merasa khusyu’, takut, tunduk, mencintai dan
mengagungkan Allah s.w.t, jiwa merasa cukup dan puas dengan sedikit yang halal
dari dunia dan merasa kenyang dengannya sehingga hal itu menjadikannya qana’ah
dan zuhud di dunia.”
Imam Mujahid bin Jabr (wafat tahun 104 H) rahimahullaah
mengatakan, “Orang yang faqih adalah orang yang takut kepada Allah Ta’ala
meskipun ilmunya sedikit dan orang yang bodoh adalah orang yang berbuat derhaka
kepada Allah Ta’ala meskipun ilmunya banyak.”
Perkataan beliau rahimahullah menunjukkan bahwa
ada orang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya, namun ilmu tersebut tidak bermanfaat
bagi orang tersebut kerana tidak membawanya kepada ketaatan kepada Allah s.w.t.
2.4 Kisah Dan Pandangan Para Ulama
Dalam Menuntut Ilmu
Para ulama
memadukan ilmu, amal, zikir, akal dan hati. Keadaan tersebut nampak jelas dalam
contoh kehidupan para ulama kita yang terdahulu, seperti Abu Hanifah, Imam
Syafi’e dan Imam Bukhari.
Al-Hakam bin Hisyam Al-Tsaqafi mengatakan, “Orang menceritakan
padaku di negeri Syam, cerita tentang Abu Hanifah, bahawa belaiu merupakan
seorang pemegang amanah yang terbesar. Sultan mahu mengangkatnya menjadi
pemegang kunci gudang Negara atau memukulnya kalau dia menolak. Maka Abu Hanifah
memilih siksaannya daripada siksaan Allah Ta’ala.
Al- Rabi mengatakan: “Imam
Syafi’i mengkhatamkan Al-Qur’an, misalnya dalam bulan Ramadhan enam puluh kali
dan semuanya itu dalam Solat.” Imam
Bukhari menyatakan: “Aku tidak menulis hadis dalam kitab Shahih kecuali aku
telah mandi sebelum itu dan telah solat dua rakaat”.
Bukan saja dalam ilmu agama, ulama kita yang berwibawa telah
mewariskan pelbagai karya yang sehingga kini masih lagi kita rasa manfaatnya.
Dalam bidang pengetahuan umum pula, Al- Khawarizmi, bapa Matematik, misalnya
dengan gagasan Aljabarnya telah mempengaruhi perkembangan ilmu matematik. Tanpa
pemikiran Al-Khawarizmi, tanpa sumbangan angka-angka Arab, maka sistem penulisan
dalam matematik merupakan sebuah kesulitan. Sebelum memakai angka-angka Arab,
dunia barat bersandar pada sistem angka Romawi. Bilangan 3838 misalnya, jika
ditulis dengan sistem desimal atau angka Arab, hanya memerlukan empat angka
sahaja. Namun, jika ditulis dengan angka Romawi, maka diperlukan tiga belas
angka iaitu, MMMDCCCXLVIII.
1.4
Kesimpulan
Daripada tajuk yang dihuraikan, penulis dapat membuat kesimpulan
bahawa ilmu itu sangat penting dalam kehidupan dan setiap manusia sangat
memerlukannya bagi mencapai kesejahteraan di dunia mahupun di akhirat. Konsep
ilmu itu sendiri amat luas dan mendalam ianya terbahagi beberapa cabang dan
sebagai manusia kita harus bijak membezakan ilmu mana yang bermanfaat sekaligus
menjauhi daripada ilmu yang boleh memudharatkan.
Selain menjelaskan hakikat ilmu, penulis juga turut menyelitkan
konsep menuntut ilmu dengan lebih teliti berdasarkan dalil- dalil yang
menyokong. Dari itu, penulis menyedari bahawa pentingnya pelajar-pelajar Islam
memahami dan mempraktikkan konsep menuntut ilmu ini agar sentiasa berada di
landasan ilmu yang benar. Dengan keadaan dunia yang semakin menekan umat Islam,
mereka bukan sahaja harus menguasai ilmu agama tetapi mereka juga harus menggabungkan
dan menguasai kebanyakan ilmu bagi membela agama Islam.
Dengan mengaplikasikan konsep ilmu yang sebenar, kita mampu
melahirkan ulama- ulama Islam yang berwawasan. Ini semua tidak akan tercapai
melainkan pelajar-pelajar Islam bersikap prihatin dalam konsep menuntut ilmu,
justeru itu, penting bagi para pelajar mengikut jejak langkah para ulama yang
terdahulu dalam perjuangan menuntut ilmu.